Wednesday 1 February 2012

AIR MATA SANG PENDEKAR 1



Hutan Gandamayit terletak di sebelah tenggara kota raja kerajaan Niskala. Sore itu tampak lengang , hanya sesekali terdengar suara congkeret memecah kesunyian.Entah apa yang terjadi sesaat kemudian suara congkeret itu berhenti. Kemudian terdengar suara congkeret yang lain dari arah yang berbeda, namun sama seperti sebelumnya tiba-tiba suara congkeret itu mendadak berhenti .
Matahari sore itu terlihat merah, senja telah tiba. Kegelapan mulai menyelimuti hutan Gandamayit , dari jauh hutan itu terlihat seperti bayangan hitam. Keangkeran hutan Gandamayit telah lama terdengar dan tersebar ke seluruh pelosok daerah di wilayah Kerajaan Niskala. Menurut cerita-cerita yang beredar di masyarakat , setiap malam penduduk yang rumahnya berada di sekitar hutan itu sering mendengar suara tawa yang melengking memecah keheningan malam. Kadang juga terdengar suara tangis yang memilukan.

Pada suatu malam , tiga orang warga desa Selokaton yang desanya berada paling dekat dengan hutan Gandamayit yang saat itu bertugas ronda malam melihat sinar merah yang keluar dari hutan Gandamayit.

“ Jukri ...Soca , kenapa perasaanku tidak enak malam ini. Sepertinya akan terjadi sesuatu malam ini “, berkata Genta pada dua kawannya yang bertugas ronda malam.

“ Iya...Genta, aku juga merasakan keanehan malam ini, malam ini malam Jum'at Kliwon menurut cerita kakek ku malam Jum'at Kliwon adalah waktu yang sering di gunakan oleh dedemit dan siluman untuk berpesta “, menyahuti pemuda yang bernama Soca.

“ Ah...kamu malah menambah bulu kudukku berdiri aja Soca “, berkata Jukri. Jukri memang paling penakut diantara ketiga pemuda yang bertugas ronda malam itu.

“ Hahahaha....kamu ini Juk, begitu saja sudah ketakutan. Eh....yang berdiri bulu kudukmu apa bulu yang lain..? “, kata Genta sambil menggoda kawannnya, yang disambut tawa oleh Soca.

“ Hahahahahaha..... “

Belum habis tawa ke tiga pemuda itu, mendadak mereka di kejutkan oleh kelebatan sinar merah yang berasal dari hutan Gondomayit. Sinar itu berupa gumpalan asap merah yang semakin lama semakin membesar ketika semakin dekat ke tempat tiga pemuda itu berada.
Tiga pemuda itu menjadi semakin ketakutan ketika asap merah itu berhenti di depan mereka. Perlahan asap merah itu mulai hilang dari hadapan ke tiganya, dan kini di depan ketiga pemuda itu telah berdiri tiga gadis cantik berpakaian merah-merah. Ketiga gadis itu memandang tiga pemuda di depannya dengan senyuman yang menggoda. Pakaian merah yang di kenakannya begitu tipis dan sangat ketat sehingga terlihat jelas lekuk-lekuk keindahan tubuh ketiga gadis itu.
Socapati dan kedua temannya yang semula merasa ketakutan kini malah bengong dan terpana melihat pemandangan di depan mereka. Keheningan itu pecah oleh suara gadis cantik yang berada di tengah.

“ Kang....boleh kah kami minta tolong , untuk mencarikan tempat penginapan atau apalah.Kami sedang dalam perjalanan jauh “.
Socapati yang sudah bisa menguasai gejolak dalam hatinya segera menjawab mewakili kedua temannya.

“ Ah.....bisa saja non, memang sudah menjadi kwajiban kami menolong orang yang memang membutuhkan pertolongan “.
Kemudian Socapati berbisik pada kedua temannya. “ Ssst..... rupanya ronda malam kali ini hari keberuntungan kita, karena malam ini kita tidak akan kedinginan hehehehe “.

“ Maaf nona , karena hari sudah larut malam pasti rumah penginapan satu-satunya di tempat ini sudah tutup. Dan kami juga tidak tega untuk mengganggu penduduk untuk membangunkan mereka sekedar mencarikan tempat untuk menginap. Bagaimana kalau non bertiga bermalam saja di gardu ronda tempat kami ? “.

“ Ah....kami merepotkan saja Kang, tapi kalau akang bertiga tidak keberatan ya tidak apalah kami bermalam di gardu ronda “, menjawab gadis baju merah yang berada di sebelah kiri.
Ketiganya berjalan menuju gardu ronda yang jaraknya tidak begitu jauh dari tempat itu,sementara Soca pati dan dua temannya mengiring di belakang. Begitu sampai di gardu ronda, ketiga gadis cantik berbaju merah itu langsung merebahkan tubuhnya diatas balai-balai. Pakaian tipis yang mereka kenakan tampak tersingkap, sehingga terlihat jelas paha putih mulus itu. Socapati dan dua temannya menahan nafas, jantungnya berdebar tak karuan melihat pemandangan di depannnya. Masih ketiganya berusaha menguasai diri, tiba-tiba terdengar suara salah seorang gadis baju merah.

“ Akang....kami kedinginan ,udara malam ini begitu dingin kang. Peluk kami kang....”, berkata gadis itu sambil mendesah seolah kedinginan. Hal itu semakin membuat ketiga pemuda itu panas dingin, tapi itu hanya sesaat. Bagai kerbau di tusuk hidungnya, ketiganya kemudian segera mendekat dan tidur di samping gadis-gadis itu.Ketiga gadis baju merah itu memang semuanya cantik,sehingga Socapati dan temannya tidak saling berebut untuk memeluk diantara ketiganya.

Malam semakin tinggi, udara malam itu semakin dingin karena embun sudah mulai turun. Para penduduk yang tertidur di rumahnya masing-masing semakin menarik selimutnya untuk mengusir hawa dingin malam itu.Namun udara di gardu ronda seakan berbeda sebaliknya, tampak keringat membasahi ketiga pemuda yang bertugas ronda malam itu.

(Bersambung)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home