PELANGI DI ATAS GAJAH MUNGKUR
Sebuah
pondok kayu kecil yang berdiri di sebuah pedataran di lereng gunung
Merapi dikawasan Kaliurang terlihat begitu rapi, dinding pondokan
yang terbuat dari lembaran kayu jati tampak begitu kokoh. Halaman
pondok yang tidak begitu luas juga terlihat bersih, sementara di
kanan kiri pondokan banyak di tanam bunga-bunga beraneka warna yang
semakin menambah indahnya pemandangan di sekitarnya. Tampaknya
pemilik pondokan itu begitu menyukai keindahan dan selalu menjaganya.
Didalam
pondok, diatas tikar pandan yang sudah usang namun masih terlihat
bersih , tampak duduk bersila seorang nenek yang berusia kira-kira
enam puluh lima tahun tengah bersemadi. Matanya terpejam, kedua
tangannya bersedekap di depan dada. Tubuh nenek itu di balut kain
panjang warna putih, sebuah selendang kecil warna merah terlihat
berselempang di pundaknya, rambutnya yang sudah memutih disanggul di
atas kepala dengan sebuah tusuk konde yang terbuat dari kayu cendana
yang berukir indah.
Di
depan nenek yang sedang bersemadi, tampak duduk dengan tenang seorang
gadis cantik yang mengenakan pakaian ringkas warna hijau. Wajahnya
terlihat cantik alami tanpa polesan dan dandanan.Rambutnya yang
panjang sebatas bahu di biarkan tergerai. Sepasang bola mata bulat
,bagian putihnya tampak jernih sementara bola mata hitam pekat
semakin menambah kecantikan gadis itu.Matanya yang indah itu tampak
menatap tajam pada nenek yang di depannya.
Beberapa
saat berlalu, tampak mata nenek yang sedang bersemadi itu terbuka.
Matanya juga tak kalah indah dengan gadis cantik yang berpakaian
hijau itu, bola mata hitam tampak berkilat. Meskipun wajahnya sudah
terlihat berkeriput namun pesona kecantikannya di masa muda masih
tampak terlihat di wajah nenek itu. Setelah memandang gadis cantik di
depannya, terdengar nenek itu membuka suara .
“
Paramytha,sudah lebih dari limabelas tahun kamu tinggal di sini
bersama nenek. Di tempat yang sepi di Kaliurang ini,apakah kamu tidak
rindu pada ayah dan bundamu Nduk ? “.
Gadis
cantik berpakaian hijau itu bernama Gilang Paramytha, namun sang
nenek lebih sering memanggilnya dengan panggilan Paramytha.
“
Iya, nek...sudah lama saya meninggalkan ayahanda dan bunda di
kadipaten Jatipuro. Saya sangat rindu dengan mereka Nek “, Gilang
Paramytha menjawab pertanyaan sang nenek.
“
Hihihih....iya Nduk , nenek mengerti dan ikut merasakan apa yang kamu
rasakan saat ini, bagaimana perasaan ketika jauh dari kedua orang tua
dan orang-orang yang kita sayangi “.
“
Ya sudah lah , sudah saatnya juga kamu keluar dan mencari pengalaman
di dunia luar sana Nduk, dan kamu juga bisa mengunjungi kedua orang
tua mu di Jatipuro “.
“
Semua ilmu yang aku ajarkan sudah kau kuasai semuanya, kau tinggal
menyempurnakannnya dengan banyak berlatih “.
“
Tapi ingat pesan nenekmu ini ya Nduk, Jangan kau gunakan ilmu yang
kau miliki untuk berbuat maksiat dan menebarkan petaka di luar sana
!. Gunakanlah ilmu itu untuk membantu semua orang yang membutuhkan
bantuan !”.
“
Iya Nek, semua nasehat dan pesan nenek akan saya laksanakan “.
“
Tunggu sebentar Paramytha, nenek menyimpan sesuatu yang sudah lama
ingin nenek berikan pada orang yang nenek rasa paling tepat untuk
menerimanya “.
“
Dan kamulah orang yang paling tepat untuk menerimanya Paramytha “.
Nenek
berbaju abu-abu itu bangkit dari duduknya, kemudian melangkah menuju
sebuah ruangan di belakang tempatnya duduk tadi. Tidak berapa lama,
nenek itu telah keluar sambil membawa sebuah kotak hitam yang terbuat
dari kayu jati alas yang berukir indah.
Setelah
kembali duduk di atas tikar pandan, kemudian di bukanya kotak berukir
itu .Ketika kotak itu terbuka , sebuah cahaya indah warna-warni
berpendar keseluruh ruangan keluar dari dalam kotak. Tampak sebuah
pedang yang panjangnya dari gagang hingga ujung pedang kira-kira tiga
jengkal tangan orang dewasa tergeletak di dalam kotak kayu jati itu.
Gilang Paramytha begitu kagum melihat keindahan sinar yang terpancar
dari pedang, selama lebih dari sepuluh tahun tinggal bersama, nenek
gurunya belum pernah bercerita mengenai keberadaan pedang itu.
“
Paramytha, sudah saatnya kamu memiliki Pedang Sinar Pelangi
ini . Pedang pusaka ini warisan
dari leluhur nenek “.
“
Nenek rasa kamu akan berjodoh dengan pedang ini, pedang ini seperti
memiliki hati. Dia akan terasa berat yang tiada terkira, bahkan
dengan mengerahkan tenaga dalampun tidak akan sanggup mengangkatnya
dari dalam kotak kayu jati ini “.
“
Tapi kalau Pedang Sinar Pelangi ini telah menetapkan pilihannya,
dengan siapa dia mau dibawa. Maka Pedang Sinar Pelangi ini akan
terasa sangat ringan “.
“
Nah....sekarang cobalah kamu ambil dan angkat Pedang Sinar Pelangi
dari dalam kotak kayu jati itu Paramytha !”.
Perlahan
Paramytha bergerak kearah kotak kayu jati yang di dalamnya tersimpan
Pedang Sinar Pelangi, sebelum tangannya bergerak meraih Pedang Sinar
Pelangi, tubuhnya tampak membungkuk menjura ke pada gurunya.
Meskipun
dalam hatinya ada sedikit keraguan, apakah dia akan sanggup memegang
dan mengangkat pedang itu, namun sesaat kemudian jari-jari lembut
dari tangan gadis cantik itu bergerak meraih Pedang Sinar Pelangi.
Begitu jari-jarinya menyentuh gagang pedang, Paramytha merasakan ada
hawa sejuk merasuk ke tubuhnya melalui jari-jarinya. Sesaat hawa
sejuk itu semakin menjalar di sekujur tubuh, Paramytha pun merasakan
tubunya menjadi semakin enteng dan tenaga dalamnya juga menjadi
berlipat-lipat. Kemudian dengan kedua tangannya di genggamnya Pedang
Sinar Pelangi yang masih berada dalam sarungnya . Sarung pedang itu
terbuat dari kayu cendana yang menebarkan bau harum, di beberapa
bagian tampak di hiasi logam mulia. Gagang pedang terbuat dari gading
gajah yang di ukir membentuk kepala burung rajawali. Di kedua mata
ukiran burung rajawali tersebut tertanam dua buah batu permata yang
memancarkan sinar berkilauan.
“
Hehehehe.....sudah aku duga , kalau memang Pedang Sinar Pelangi ini
akan memilihmu sebagai tuannya nduk “, terdengar nenek berbaju
abu-abu dengan berselempang selendang merah itu berkata.
“
Kau lah yang kelak menjadi penerus dari seseorang yang dulu pernah
malang-melintang di dunia persilatan dengan pedang itu dan bergelar
Bidadari Pedang Sinar Pelangi “.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home