Friday 9 May 2014

PELANGI DI ATAS GAJAH MUNGKUR

     Sebuah pondok kayu kecil yang berdiri di sebuah pedataran di lereng gunung Merapi dikawasan Kaliurang terlihat begitu rapi, dinding pondokan yang terbuat dari lembaran kayu jati tampak begitu kokoh. Halaman pondok yang tidak begitu luas juga terlihat bersih, sementara di kanan kiri pondokan banyak di tanam bunga-bunga beraneka warna yang semakin menambah indahnya pemandangan di sekitarnya. Tampaknya pemilik pondokan itu begitu menyukai keindahan dan selalu menjaganya.
     Didalam pondok, diatas tikar pandan yang sudah usang namun masih terlihat bersih , tampak duduk bersila seorang nenek yang berusia kira-kira enam puluh lima tahun tengah bersemadi. Matanya terpejam, kedua tangannya bersedekap di depan dada. Tubuh nenek itu di balut kain panjang warna putih, sebuah selendang kecil warna merah terlihat berselempang di pundaknya, rambutnya yang sudah memutih disanggul di atas kepala dengan sebuah tusuk konde yang terbuat dari kayu cendana yang berukir indah.
     Di depan nenek yang sedang bersemadi, tampak duduk dengan tenang seorang gadis cantik yang mengenakan pakaian ringkas warna hijau. Wajahnya terlihat cantik alami tanpa polesan dan dandanan.Rambutnya yang panjang sebatas bahu di biarkan tergerai. Sepasang bola mata bulat ,bagian putihnya tampak jernih sementara bola mata hitam pekat semakin menambah kecantikan gadis itu.Matanya yang indah itu tampak menatap tajam pada nenek yang di depannya.
     Beberapa saat berlalu, tampak mata nenek yang sedang bersemadi itu terbuka. Matanya juga tak kalah indah dengan gadis cantik yang berpakaian hijau itu, bola mata hitam tampak berkilat. Meskipun wajahnya sudah terlihat berkeriput namun pesona kecantikannya di masa muda masih tampak terlihat di wajah nenek itu. Setelah memandang gadis cantik di depannya, terdengar nenek itu membuka suara .
“ Paramytha,sudah lebih dari limabelas tahun kamu tinggal di sini bersama nenek. Di tempat yang sepi di Kaliurang ini,apakah kamu tidak rindu pada ayah dan bundamu Nduk ? “.
Gadis cantik berpakaian hijau itu bernama Gilang Paramytha, namun sang nenek lebih sering memanggilnya dengan panggilan Paramytha.
“ Iya, nek...sudah lama saya meninggalkan ayahanda dan bunda di kadipaten Jatipuro. Saya sangat rindu dengan mereka Nek “, Gilang Paramytha menjawab pertanyaan sang nenek.
“ Hihihih....iya Nduk , nenek mengerti dan ikut merasakan apa yang kamu rasakan saat ini, bagaimana perasaan ketika jauh dari kedua orang tua dan orang-orang yang kita sayangi “.
“ Ya sudah lah , sudah saatnya juga kamu keluar dan mencari pengalaman di dunia luar sana Nduk, dan kamu juga bisa mengunjungi kedua orang tua mu di Jatipuro “.
“ Semua ilmu yang aku ajarkan sudah kau kuasai semuanya, kau tinggal menyempurnakannnya dengan banyak berlatih “.
“ Tapi ingat pesan nenekmu ini ya Nduk, Jangan kau gunakan ilmu yang kau miliki untuk berbuat maksiat dan menebarkan petaka di luar sana !. Gunakanlah ilmu itu untuk membantu semua orang yang membutuhkan bantuan !”.
“ Iya Nek, semua nasehat dan pesan nenek akan saya laksanakan “.
“ Tunggu sebentar Paramytha, nenek menyimpan sesuatu yang sudah lama ingin nenek berikan pada orang yang nenek rasa paling tepat untuk menerimanya “.
“ Dan kamulah orang yang paling tepat untuk menerimanya Paramytha “.
    Nenek berbaju abu-abu itu bangkit dari duduknya, kemudian melangkah menuju sebuah ruangan di belakang tempatnya duduk tadi. Tidak berapa lama, nenek itu telah keluar sambil membawa sebuah kotak hitam yang terbuat dari kayu jati alas yang berukir indah.
Setelah kembali duduk di atas tikar pandan, kemudian di bukanya kotak berukir itu .Ketika kotak itu terbuka , sebuah cahaya indah warna-warni berpendar keseluruh ruangan keluar dari dalam kotak. Tampak sebuah pedang yang panjangnya dari gagang hingga ujung pedang kira-kira tiga jengkal tangan orang dewasa tergeletak di dalam kotak kayu jati itu. Gilang Paramytha begitu kagum melihat keindahan sinar yang terpancar dari pedang, selama lebih dari sepuluh tahun tinggal bersama, nenek gurunya belum pernah bercerita mengenai keberadaan pedang itu.
“ Paramytha, sudah saatnya kamu memiliki Pedang Sinar Pelangi ini . Pedang pusaka ini warisan dari leluhur nenek “.
“ Nenek rasa kamu akan berjodoh dengan pedang ini, pedang ini seperti memiliki hati. Dia akan terasa berat yang tiada terkira, bahkan dengan mengerahkan tenaga dalampun tidak akan sanggup mengangkatnya dari dalam kotak kayu jati ini “.
“ Tapi kalau Pedang Sinar Pelangi ini telah menetapkan pilihannya, dengan siapa dia mau dibawa. Maka Pedang Sinar Pelangi ini akan terasa sangat ringan “.
“ Nah....sekarang cobalah kamu ambil dan angkat Pedang Sinar Pelangi dari dalam kotak kayu jati itu Paramytha !”.
    Perlahan Paramytha bergerak kearah kotak kayu jati yang di dalamnya tersimpan Pedang Sinar Pelangi, sebelum tangannya bergerak meraih Pedang Sinar Pelangi, tubuhnya tampak membungkuk menjura ke pada gurunya.
    Meskipun dalam hatinya ada sedikit keraguan, apakah dia akan sanggup memegang dan mengangkat pedang itu, namun sesaat kemudian jari-jari lembut dari tangan gadis cantik itu bergerak meraih Pedang Sinar Pelangi. Begitu jari-jarinya menyentuh gagang pedang, Paramytha merasakan ada hawa sejuk merasuk ke tubuhnya melalui jari-jarinya. Sesaat hawa sejuk itu semakin menjalar di sekujur tubuh, Paramytha pun merasakan tubunya menjadi semakin enteng dan tenaga dalamnya juga menjadi berlipat-lipat. Kemudian dengan kedua tangannya di genggamnya Pedang Sinar Pelangi yang masih berada dalam sarungnya . Sarung pedang itu terbuat dari kayu cendana yang menebarkan bau harum, di beberapa bagian tampak di hiasi logam mulia. Gagang pedang terbuat dari gading gajah yang di ukir membentuk kepala burung rajawali. Di kedua mata ukiran burung rajawali tersebut tertanam dua buah batu permata yang memancarkan sinar berkilauan.
“ Hehehehe.....sudah aku duga , kalau memang Pedang Sinar Pelangi ini akan memilihmu sebagai tuannya nduk “, terdengar nenek berbaju abu-abu dengan berselempang selendang merah itu berkata.
“ Kau lah yang kelak menjadi penerus dari seseorang yang dulu pernah malang-melintang di dunia persilatan dengan pedang itu dan bergelar Bidadari Pedang Sinar Pelangi “.

Wednesday 20 November 2013

KINANTHI ( Alaming Lelembut )

Pagi itu jam sudah menunjukan pukul sembilan lewat sepuluh menit, namun Siray masih tidur lelap di kamarnya. Berkali-kali terdengar alunan lagu Alamat Palsu dari Blackberry Onyx miliknya yang berada di atas meja, memang sengaja dia menggunakan lagu Alamat Palsu dari penyanyi dangdut cantik Ayu Tingting yang lagi naik daun itu sebagai nada dering panggilan di Blackberrynya. Kali ini terdengar lagi lagu itu, dengan mata masih terpejam tangan kanan Siray meraih BB di atas meja dan mengangkat telepon yang masuk.Terdengar suara perempuan yang tampak marah-marah karena sudah berkali-kali teleponya tidak di angkat oleh Siray.
“ Ray...kemana saja kamu semalam, jam segini belum bangun ? “
“ Ayo lekas bangun, hari ini kamu kan mama suruh untuk pergi ke rumah Pak Dhe kamu yang ada di Yogya untuk mengantarkan kain buat Pak Dhe dan Bu Dhe “, ternyata suara perempuan dari telepon itu adalah mamanya.
“ Iya Ma....bentar lagi Ray berangkat ke rumah pak dhe “, jawab Siray dengan mata masih terpejam.
“ Ya sudah..buruan mandi sana, jangan siang-siang berangkat ke Yogya nya “, kata mamanya . Namun Siray sudah tidak mendengar lagi karena dia sudah menutup teleponnya. Siray pun kembali melanjutkan tidurnya, maklumlah hari ini kan hari sabtu kuliahnya libur. Dan semalam dia asik begadang bersama teman-temannya di sebuah diskotik terkenal di kota Solo dan pulang ke rumah kostnya hampir jam tiga pagi.
Siray adalah seorang pemuda yang berasal dari Jakarta, Ayahnya seorang pengusaha terkenal bernama Abdul Majid .Dia tinggal di kota Solo karena kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri di kota itu. Kedua orang tuanya tinggal di Jakarta, mamanya adalah orang asli Yogya dan papanya berasal dari Bandung. Siray lolos seleksi masuk di perguruan tinggi negeri dan memilih untuk melanjutkan studynya di Solo, meskipun papanya menawarinya untuk kuliah di Australia. Itu karena dia ingin lebih dekat dengan Wina gadis pujaan hatinya yang juga tinggal disolo, dia mengenal Wina dari jejaring sosial facebook yang memang lagi ngetrend saat ini. Apalagi sahabat dekatnya Jimz yang juga dari Jakarta melanjutkan studynya di perguruan tinggi yang sama tapi beda fakultas.
Tok...tok...tok....!!
“ Ray....lo belum bangun yach? Ayo bangun, mo ikut gwe gak ? “, seorang pemuda tampan tiba-tiba mengetuk pintu kamar kost Siray, dia adalah sahabatnya yang bernama Jimz.
Siray kaget dan terbangun mendengar ada yang mengetuk pintu kamarnya, dia melirik jam dinding di kamarnya. Jarum jam menunjukkan pukul tiga sore. Dia ingat kalau hari itu harus ke rumah pak Dhe nya yang ada di Yogya untuk mengantarkan titipan mamanya. Buru-buru pemuda itu mengambil handuk dan bergegas ke kamar mandi, setelah terlebih dahulu membukakan pintu kamarnya dan mempersilahkan Jimz masuk.
Jimz tampak heran melihat tingkah sahabatnya itu, dia pun kemudian duduk di atas tempat tidur sambil tangannya meraih remote control dan menyalakan televisi. Jimz asik melihat acara infotainment di salah satu televisi swasta yang saat itu lagi rame-ramenya memberitakan bebasnya Ariel Peterpan dari rutan .
Terdengar pintu kamar mandi di buka, keluar Siray yang sudah selesai mandi dan langsung meraih pakaian ganti, tanpa melihat kearah Jimz sahabatnya yang masih asik nonton tivi. Jimz hanya melirik kearah Siray yang tampak buru-buru tersebut.
“ Lo mo kmana sih Ray, kok kayak orang mo di tagih utang ajah ? , bertanya Jimz sambil matanya tetap melihat tivi.
Siray yang sudah selesai berganti pakaian segera meraih jaket kulit dan memakainya tidak lupa topi hitamnya di pake dengan terbalik.
“ Sorry bro , gwe gak bisa ikut acara lo. Gwe kudu pergi le rumah Pak Dhe gwe di Yogya, nganterin titipan mama “, berkata Siray.
“ Udah hampir jam empat nih, gwe cabut dulu ya. Kunci kamar lo bawa aja ! “
Tanpa menunggu jawaban dari Jimz, Siray segera keluar dari kamar menuju tempat parkir motornya. Jimz hanya melongo di tinggal sendirian di kamar kost. Tak lama terdengar suara motor di starter.
Ketika Siray sudah siap pergi dengan motornya, mendandak BB nya berbunyi, ada panggilan masuk dari Wina gadis pujaannya. Setelah mematikan mesin motornya, Siray pun segera mengangkat BB nya.Terdengar suara merdu seorang gadis di telepon.
“ Beib...ntar malem kita jalan-jalan ke taman Sriwedari mau gak ?”, Wina bertanya di telepon.
“ Waduh beib....maap yach, gwe lagi mo jalan ke rumah Pak Dhe gwe di Yogya, mo nganterin titipan mama “.
“ Besok aja ya beib , kalo gwe dah balik dari Yogya “.
“ Ya udah kalo kamu emang gak mau “, jawab Wina sedikit kecewa.
“ Gak papa kan beib, Oh iya...kamu mau minta di bawain oleh-oleh apa beib dari Yogya ? “.
“ Bodo....ah...!!.” terdengar jawaban Wina sambil menutup teleponnya.
Siray merasa sayang juga sih melewatkan malam minggunya bersama pacaranya, tapi dia harus ke rumah Pak Dhe nya hari itu juga. Akhirnya Siray pun segera menstater motornya, tak berapa lama terdengar suara motor Kawasaki Ninja 250R warna merah keluaran terbaru meraung membelah jalanan kota solo yang sudah sore.
Jam di tangan kiri Siray menunjukan pukul setengah enam sore, dia sudah sampai di sebuah jalan kecil menuju desa tempat Pak Dhe nya tinggal. Sebuah desa kecil yang tidak terlalu rame, jalan desa yang di aspal tipis tampak banyak berlubang sehingga membuat Siray tidak bisa memacu motornya. Tidak berapa lama dia sudah sampai di depan sebuah rumah besar yang terbuat dari kayu jati. Halaman rumah itu tampak luas, banyak tanaman bunga dan bermacam-macam pohon buah-buahan. Di kanan kiri dan belakang rumah adalah kebun yang banyak di tanami pohon-pohon jati. Meski penerangan di desa itu sudah menggunakan listrik, tapi Siray merasa seperti masuk ke suatu daerah di masa perang kemerdekaan. Suasana sepi, hanya terdengar suara jangkrik dan kodok yang bernyanyi di sebuah kolam di belakang rumah.
Setelah turun dari motor dan memarkir motornya, Siray berjalan ke pintu dan mengetuk pintu rumah itu. Sebenernya dia tidak begitu yakin apakah benar ini rumah Pak Dhe nya . Maklumlah terakhir kali Siray di ajak ke rumah Pak Dhe nya saat itu dia masih duduk di kelas 4 SD. Saat itu kakek dan neneknya masih hidup, tapi sekarang mereka sudah meninggal dunia.
Setelah beberapa saat Siray mengetuk pintu, tidak berapa lama pintu rumah di buka dari dalam. Keluar seorang perempuan yang usianya tiga atau empat tahun lebih tua dari mamanya. Perempuan itu mengenakan kebaya dan kain, sementara di belakangnya berdiri seorang laki-laki dengan kumis tebal dengan blangkon di kepalanya. Melihat perawakan laki-laki itu Siray jadi teringat dengan Pak Raden salah satu tokoh dalam si serial boneka si unyil.
“ Nak mas madosi sinten nggih ? “, perempuan itu bertanya dengan bahasa jawa kepada Siray.
“ Maaf, benarkah ini rumah Pak Dhe Ageng Suryowijoyo ?”, bertanya Siray.
“ Loh....kwe ki kan Siray putrane dik Abdul Majid sing neng Jakarta kae tho ? , bertanya laki-laki yang tampangnya mirip Pak Raden itu.
“ Iya benar Pak Dhe, saya Ray “.
“ Oalah......wes gedhe temen saiki kwe le “ perempuan yang bukan lain adalah budhenya segera memeluk Siray.
“ Aku yo pangling kok bune, tambah bagus tenan . Biyen jik cilik nakale eram cah iki “.
Setelah berbasa-basi sebentar mereka bertiga segera masuk kedalam rumah besar itu.

Malam itu setelah selesai sholat maghrib berjamaah, mereka bertiga melanjutkan ngobrol-ngobrol dan melepas kangen sambil makan malam di ruang makan. Rumah besar itu terlihat semakin besar dan lapang karena hanya di huni oleh dua orang saja, namun tetap terlihat bersih dan rapi.
“ Pak Dhe , memangnya nggak kesepian tinggal di rumah sebesar ini cuma berdua sama Bu Dhe, tetangga juga jauh dari rumah “, Ray bertanya pada Pak Dhe nya.
“ Hahhaha....kami sudah biasa seperti ini kok Ray, jadi gak pernah merasa kesepian. Lagi pula kalo pagi Lek Ananto dan Mbok Hajar kan selalu datang buat bantu bersih-bersih rumah “, jawab Pak Dhe Ageng.
“ Bulik mu Kemuning yang tinggal di Wates juga sering kok datang kesini, paling tidak dua minggu sekali dia datang “.
“ Kalau Pak Dhe mu itu le...dia sih gak bakalan kesepian, setiap hari selalu datang Kang Zul dan Kang Rahman . Kalau sudah berduaan, mereka sudah gak mau di ganggu “, Bu Dhe ikut nimbrung obrolan Siray dan Pak Dhe nya.
“ Hahahahah....memangnya mereka ngapain aja Bu Dhe ?”
“ Biasalah ...apalagi kalau bukan ngobrol masalah barang-barang antik, seperti keris dan ubo rampene “.
Pak Dhe Ageng hanya tersenyum mendengar apa yang di katakan istrinya . Sementar Siray tertawa sambil matanya melirik kearah Pak Dhe nya.
“ Oia ...Ray, kamu pernah ke rumah mas Panji nggak, dia kan sekarang tinggal di Jakarata “, bertanya Bu Dhe pada Siray.
“ Oia, benar kah Bu Dhe ? Jakartanya di daerah mana mas Panji tinggal ?”
“ Kalau nggak salah di daerah Depok ato mana gitu , Bu Dhe juga belum pernah kesana. Baru bulan kemarin kok dia pindah kesana”.
“ Iya dech, nanti kapan-kapan kalau pas pulang ke Jakarta saya mampir ke tempat Mas Panji “.
“ Oya Bu Dhe , kalau mas Gunawan masih di Bandung ya ? Trus kalau Mbak Suci dimana sekarang ?”.
“ Mas Gunawan masih di Bandung, kalau mbak Suci sekarang kerja di Bogor “.
Mereka bertiga itu adalah anak-anak dari Pak Dhe Ageng, dua laki-laki dan satu perempuan.
“ Ray, bulan depan kamu kudu kesini lagi, bantu-bantu kami disini ya !”, Pak Dhe menyela pembicaraan.
“ Memangnya ada apa Pak Dhe ? “, balik betranya Siray.
“ Bulan depan Mbak mu Suci mau nikah, kamu kudu kesini beberapa hari sebelum hari H, agar bisa bantu-bantu kami disini “, kali ini Bu Dhe yang menjawab pertanyaan Siray.
“ Oh....gitu ya , siapa calon mempela laki-laki dan orang mana dia ,Bu Dhe ? “.
“ Dia orang tegal, namanya Wiyogo “.
“ Iya Bu Dhe, insya allah saya akan datang lebih awal untuk membantu Pak Dhe dan Bu Dhe disini “.

Pembicaran ketiga orang tersebut tanpa terasa hampir empat jam, jam dinding di ruang makan itu menunjukkan pukul sebelas kurang delapan menit. Merekapun kemudian sholat isya berjamaah, setelah selasai sholat mereka kemudian istirahat di kamar dan tidur. Siray tidur di kamar pojok yang ruangannya cukup lebar. Sebuah ranjang kayu antik dengan ukiran yang indah berada di tengah ruangan. Ada kelambu warna biru muda yang di gunakan untuk melindungi dari gigitan nyamuk,maklumlah musim kemarau seperti saat ini nyamuk-nyamuk jadi semakin ganas dan gatal kalau menggigit.
Siray merebahkan tubuhnya di atas kasur, di cobanya untuk memejamkan mata namun rasa kantuk belum juga datang. Tubuhnya hanya membolak-balik diatas tempat tidur. Lampu kamar sengaja di pasang dengan bohlam lima watt, agar tampak temaram dan cepat tidur. Namun sepertinya itu tidak berpengaruh buat Siray, sampai akhirnya jam bandul kuno peninggalan kakeknya di kamar itu berdentang dua kali namun mata pemuda itu masih belum bisa terpejam.
“ Aneh, kenapa tiba-tiba aku jadi merinding seperti ini bulu kuduk ku berdiri semua “, Siray berkata dalam hati.
“ Aku merasa seperti ada yang memperhatikan aku , tapi siapa ya ? ...iiihh kenapa jadi serem seperti ini ?
Di tariknya selimut untuk menutup wajahnya, dan di cobanya kembali untuk memejamkan matanya .
Setelah beberapa lamanya menutup wajahnya dengan selimut, namun matanya tidak juga terpejam. Siray kemudian membuka selimut karena nafasnya terasa sesak berada dalam selimut tebal itu. Pada saat matanya terbuka dan menatap ke arah pintu kamar yang terbuka Siray kaget. Dia merasa tadi sudah metutup pintu kamar itu.
“ Aneh, kenapa pintu itu terbuka ? Perasaan tadi gwe udah tutup itu pintu “.
Pada saat matanya masih menatap kearah pintu itu, sekilas dia melihat wajah seorang gadis cantik di balik pintu kamar yang terbuka. Gadis itu tersenyum kearahnya .Antara sadar dan tidak Siray kemudian melihat kembali kearah pintu, namun bayangan gadis cantik itu sudah tidak ada.
Siray semakin merinding, entah kenapa dia menjadi takut malam itu padahal dia adalah seorang pemberani dan tidak percaya dengan hal-hal tahayul. Kembali terdengar dentang suara jam bandul tiga kali, dalam keheningan malam suara jam itu terdengar sangat jelas. Sesaat ketika suara jam itu berhenti, Siray mendengar suara langkah kaki yang di seret di luar kamarnya. Dengan memberanikan diri karena saking penasaranya dia melihat kearah celah pintu kamar yang terbuka sedikit itu. Sekilas dia melihat sosok bayangan hitam berjalan melintas pelan di depan pintu kamarnya, tidak terlihat jelas bayangan siapa itu karena lampu di luar sudah di matikan. Masih dengan perasaan takut dan penasaran yang bercampur aduk, Siray di kejutkan suara benda jatuh berkelontangan di ruang belakang.
“ Klontangg....prangg...!!!
Dengan perasaan takut, Siray memberanikan diri beranjak dari tempat tidur untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Di langkahkan kakinya pelan-pelan keluar dari ruangan itu, begitu sampai di depan pintu mata Siray melihat sosok bayangan hitam berjalan pelan kearah sebuah ruangan yang lama tidak pernah di masuki karena itu adalah kamar kakeknya semasa masih hidup. Perlahan Siray mengikuti bayangan hitam itu, rasa penasarannya mengalahkan rasa takutnya. Ketika sampai di depan pintu ruangan , Siray melihat bayangan itu tampak berdiri di depan sebuah meja, Siray menahan nafasnya jantungnya berdegup sangat kencang . Lama di perhantikannya sosok hitam di depannya, namun bayangan hitam itu masih tetap diam di tempat. Dalam hati Siray bertanya, mungkinkah dia gadis cantik yang di lihatnya di depan pintu kamarnya tadi itu. Namun dia juga menduga kalau bayangan hitam itu adalah Pak Dhe nya, maka Siray pun memberanikan diri untuk menegur bayangan hitam itu.
“ Pak Dhe.... “, suara Siray seperti tercekat di tenggorokannya karena saking takutnya.
Bayangan itu diam saja seperti tidak mendengar suara Siray. Kembali pemuda itu memanggil bayangan hitam di depannya.
“ Pak Dhe........” berkali-kali Siray memanggil namun tetap tidak ada jawaban dari bayangan itu, rasa takut semakin mendera pemuda itu. Apalagi di kejauhan terdengar suara anjing menggonggong bersahutan. Menurut cerita banyak orang kalau anjing menggonggong bersahutan dan suaranya terdengar aneh seperti itu pertanda kalau binatang itu melihat atau menyadarai keberadaan mahkluk halus disekitarnya. Karena ketakutan Siray bermaksud untuk keluar dari ruangan itu, namun tubuhnya menabrak daun pintu yang terbuka.
“ Brak..!
Bayangan hitam itu menoleh dan kemudian bergerak perlahan kearah Siray yang terjatuh sambil memegangi kepalanya yang sakit. Siray semakin ketakutan ketika sosok bayangan hitam itu semakin dekat, jantungnya seperti berhenti berdetak. Namun tiba-tiba ruangan itu menjadi terang, rupanya sosok hitam itu bergerak meraih saklar lampu yang berada di dinding tidak jauh dari pintu dan menyalakan lampu kamar itu. Kini Siray dapat melihat dengan jelas siapa sosok bayangan hitam itu.
“ Ahhh......ya ampun , bikin jantung Ray mau copot saja Bu Dhe ini. “
“ Pantesan dari tadi aku panggil Pak Dhe...berkali-kali , tidak ada jawaban. Rupanya Bu Dhe yang ada di ruangan ini “, Siray berkata sambil tangannya tetap memegangi kepalanya yang benjol.
“ Kenapa kamu disini Ray, kok tidak tidur ? “, bertanya Bu Dhe.
“ Ray tidak bisa tidur Bu Dhe, lah Bu Dhe sendiri mengapa gelap-gelapan di kamar ini ?”.
“ Bu Dhe tadi lagi nyari senter, di laci meja Ray. Tapi kok nggak ada, gak tau di taruh dimana biasanya di taruh di laci meja itu kok “.
“ Sudah sana kamu tidur Ray, sudah hampir subuh ini “.
“ Iya Bu Dhe “, Siray pun berjalan menuju kamarnya. Di rebahkan tubuhnya di kasur, tidak berapa lam terdengar dengkurnya. Rupanya Siray sudah kecapean dan ngantuk.

Pagi itu setelah sarapan pagi, Siray berpamitan sama Pak Dhe dan Bu Dhe nya. Dia akan kembali ke Solo. Tapi ada satu yang mengganjal dalam hatinya, satu pertanyaan siapa gadis cantik yang semalam dilihatnya di balik pintu kamar.
“ Pak Dhe..Bu Dhe, Ray tadi malam melihat gadis cantik di depan pintu kamar, siapa sih dia ? Kok Ray tidak liat dia sekarang ? “.
“ Apa dia juga tinggal bersama Pak Dhe dan Bu Dhe di sini ? “.
Dengan tersenyum Pak Dhe menjawab .
“ Ohh...kamu sudah bertemu dengan dia Ray ? Namanya Kinanthi , gadis alam halus yang numpang tinggal di rumah ini “.
“ Kinanthi sudah tinggal di rumah ini sejak dulu, sudah lama sekali sejak kakek dan nenekmu masih hidup “.
“ Tapi dia tidak jahat dan tidak mengganggu orang yang tinggal di rumah ini. Jarang ada yang melihat dia menampakkan diri Ray “.
“ Di rumah ini cuma Pak Dhe dan Bu Dhe yang pernah melihat dia menampakkan diri, mas mas dan mbak mu belum pernah ada yang melihat Kinanthi itu “.
“ Owh...begitu ceritanya ya Pak Dhe “.

Setelah berpamitan dengan Pak Dhe dan Bu Dhe nya, Siray kemudian menstarter motornya. Tidak berapa lama dia telah meninggalkan halaman rumah itu menuju Solo . Meskipun hanya satu hari berpisah, tapi rasa kangen Siray sudah menggunung. Sepertinya Siray ingin segera sampai di Solo dan bertemu dengan Wina gadis pujaan hatinya.



Tamat

Wednesday 28 November 2012

PUKULAN TELAPAK AKAR JAGAD ( Buku 1 Trilogi Pembunuh Bayaran Dari Bukit Bintang )

    

     Kini sosok bayangan hitam berdiri tegak kira-kira lima tombak di depan lelaki tua itu.Rupanya si penyerang gelap itu adalah sosok laki-laki tinggi tegap yang mengenakan pakaian hitam-hitam berbentuk jubah. Di kepalanya mengenakan mantel yang juga berwarna hitam yang menutupi sebagian wajahnya, sehingga wajah di balik mantel itu tidak terlihat jelas.
    Sementara laki-laki tua pemilik pondokan tampak memicingkan matanya mencoba mengenali siapa penyerang berjubah dan bermantel hitam itu. Di depannya, sosok lelaki berjubah dan bermantel hitam tetap diam tak bergerak sedikitpun. Beberapa lama keduanya hanya diam, hingga pada akhirnya laki-laki tua pemilik pondokan itu membuka suara .
     “ Hahahaha.....sepertinya hari ini aku kedatangan seorang tokoh sakti tanpa tanding dari wilayah kulon “.
     “ Bagaimana kabarmu sobatku Latanpanama, ada angin apakah yang membawamu terpesat sampai ke gubukku ini ?”, lelaki tua si pemilik pondok bertanya .
Rupanya dia bisa mengenali siapa sosok berjubah hitam di hadapannya itu. Akhirnya sijubah hitam itupun membuka suaranya.
     “ Hahahaha....rupanya kau masih mengenali aku Ki Ageng, ingatan sampeyan ternyata masih hebat juga sehingga bisa mengenali jurus-jurus yang aku mainkan “, si jubah hitam yang di panggil Latanpanama berkata.Kedua sahabat yang sudah lama tidak bertemu itupun kemudian saling melangkah mendekat dan berangkulan melepaskan rindu.
     “ Mari dimas Latan , kita masuk dan ngobrol di dalam gubukku saja. Tadi pagi aku metik beberapa buah manggis dan aku tahu kamu pasti suka buah itu “. 
Keduanya kemudian berjalan masuk kedalam pondok kayu yang tidak terlalu besar itu. Dua orang itu adalah dua orang tokoh sakti golongan putih yang beberapa tahun lalu pernah bahu-membahu membantu Raja Abhi Wisesa dari Kerajaan Niskala yang di rongrong pemberontak yang di pimpin oleh patihnya sendiri yang bernama Dharu Bhiswara dan beberapa tokoh sakti golongan hitam yang menjadi sekutunya.
     Orang tua pemilik pondokan yang di panggil dengan nama Ki Ageng adalah salah satu tokoh sakti golongan putih yang selalu malang melintang membela kebenaran dan membasmi keangkara murkaan dimanapun dia memijakkan kakinya. Banyak sudah tokoh sakti golongan hitam yang tumbang ditangannya, sehingga namanya menjadi momok yang menakutkan bagi orang-orang golongan hitam. Namun saat ini Ki Ageng lebih memilih mengasingkan diri di tempat terpencil di pinggiran daerah Pengasih yang masuk wilayah Kulonprogo ini.
    Ki Ageng juga sahabat dari tokoh sakti pimpinan Padepokan Jagat Satria di puncak Gunung Gede. Sementara laki-laki berjubah hitam dan bermantel hitam itu di kenal dengan nama Latanpanama yang bisa di artikan orang yang tidak bernama. Sosok pendekar yang satu ini memang sangat misterius, setiap kemunculannya selalu mengenakan mantel yang menutup sebagian wajahnya sehingga tidak terlihat jelas. Seolah menyembunyikan jati dirinya, kalau ditanyakan namanya, dia akan selalu menjawab “ panggil saja aku Latanpanama “.   

( Penggalan cerita di buku 1 )